Selasa, 22 Maret 2016

Pelangi

Berapa jauh sih pelangi itu – bisakah kita berjalan dari satu ujung ke ujung lainnya? Kenapa pelangi biasanya terlihat hanya pada pagi atau sore? Secara normal, kamu hanya melihat satu pelangi, namun kadang ada dua pelangi, masing-masing setengah lingkaran mengelilingi titik yang sama. Apa titik ini? Mengapa urutan warna kedua pelangi ini terbalik? Kenapa daerah di antara kedua pelangi ini gelap? Kenapa pelangi bagian atas terlihat lebih lebar dan kabur daripada yang bawah?

Mengapa kaki pelangi biasanya lebih terang dan lebih merah dari puncaknya? Apa yang menghasilkan pita tipis yang kabur yang dapat dilihat dibawah pelangi?
Kenapa warna terlihat hanya pada dua pita dan bukan diseluruh langit yang terisi hujan? Bila ada pelangi ketiga, dimana letaknya? Bisakah petir mengubah pelangi?
 
Pelangi adalah fenomena alam indah yang sering dilihat manusia. Pelangi merupakan suatu busur spektrum besar yang terjadi karena pembiasan cahaya matahari oleh butir-butir air. Pelangi atau bianglala adalah gejala optik dan meteorologi berupa cahaya beraneka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya. Di langit, pelangi tampak sebagai busur cahaya dengan ujungnya mengarah pada horizon pada suatu saat hujan ringan. Pelangi juga dapat dilihat di sekitar air terjun yang deras.
 
Biasanya fenomena ini terjadi ketika udara sangat panas tetapi hujan turun rintik-rintik. Kita dapat melihat jelas fenomena ini, jika kita berdiri membelakangi cahaya matahari. Pelangi dapat pula terbentuk karena udara berkabut atau berembun. Dalam ilmu fisika, pelangi dapat dijelaskan sebagai sebuah peristiwa pembiasan alam. Pembiasan merupakan proses diuraikannya satu warna tertentu menjadi beberapa warna lainnya (disebut juga spektrum warna), melalui suatu media/ medium tertentu pula. 
 
Pada pelangi, proses berurainya warna terjadi ketika cahaya matahari yang berwarna putih terurai menjadi spektrum warna melalui media air hujan. Adapun spektrum warna yang terjadi terdiri atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Fenomena pelangi yang paling menakjubkan akan terjadi apabila udara sedikit mendung dan terjadi hujan rintik-rintik. Saat berdiri membelakangi cahaya matahari, kita akan mengamati pelangi dengan latar belakang awan mendung, warna-warnanya akan tampak jelas dan tegas.
 
Pelangi dihasilkan saat tetesan air yang jatuh menyebarkan sinar matahari yang putih menjadi warna-warnanya, memusatkan warna-warna ini kedalam sebuah pita, dan inilah pita pelangi. Karena sinar matahari yang terang harus menyinari tetesan air, pelangi tidak terlihat saat awan tebal. Cahaya mengalami pembiasan (jalannya membengkok) saat ia masuk dan meninggalkan tetesan. Luasan pembiasan ini tergantung pada warna. Sebagai contoh, karena jalan cahaya biru lebih membengkok daripada cahaya merah, cahaya biru dan cahaya merah meninggalkan sebuah tetesan pada sudut yang sedikit berbeda.

Pelangi yang paling sering dilihat melibatkan berkas cahaya yang memasuki tetesan, terpantulkan sekali dari permukaan dalam, dan keluar ke arahmu. Pelangi ini disebut pelangi primer atau pelangi ordo pertama karena hanya ada satu pemantulan, merah lebih tinggi dari biru. Pelangi ordo kedua, yang memerlukan dua pemantulan dalam, memiliki urutan warna terbalik karena geometri yang berbeda dari berkas cahaya yang terlibat. Pantulan tambahan membuat penyebaran warna di tiap tetesan yang menyebabkan busur yang lebih lebar dan kabur. Busur ini juga kabur karena sebagian cahaya kehilangan titik pantulnya saat ia meninggalkan tetesan, sehingga sedikit cahaya yang membentuk pelangi.

Semua tetesan air yang jatuh dan disinari membiaskan cahaya dan warna-warna terpisah, namun hanya tetesan pada sudut tertentu saja yang kebetulan mengirim sinar berwarna ke arah kamu. Tetesan yang menciptakan pelangi ordo pertama harus berada sekitar 42° dari titik antisolar, yang tepat berlawanan dengan posisi matahari relatif terhadap kamu. Untuk menemukan tetesan pelangi, arahkan tanganmu yang terentang ke titik antisolar (dalam bayangan kepala kamu) dan angkat naik ke arah lain sebesar 42°. Tanganmu akan menunjuk ke arah dimana tetesan akan memberi kamu pelangi ordo pertama. Tetesan pelangi ordo kedua akan sekitar 51° dari titik antisolar.
Pelangi ordo pertama dan kedua

Karena tetesan harus berada pada sudut tertentu pada titik antisolar, pelangi berbentuk lengkungan melingkar mengelilingi titik tersebut. Dari posisi tinggi, seperti pesawat, kamu dapat melihat lingkaran penuh. Pelangi tidak punya jarak sejati dari mu – semua tetesan sepanjang sudut yang sesuai (tidak peduli berapa jaraknya darimu) dapat menghasilkan warna. Jadi, kamu tidak dapat berjalan ke ujung pelangi (untuk mencari sekarung emas). Selain itu, pelangi bersifat pribadi; orang yang berdiri disampingmu melihat warna yang datang dari tetesan-tetesan lainnya.

Pelangi biasanya terlihat hanya waktu pagi atau sore karena di waktu siang, titik antisolar jauh berada di bawah cakrawala. Walau begitu, kamu masih bisa melihat pelangi jika kamu melihat tetesan dari titik yang tinggi.

Pelangi ordo ketiga dan keempat (memerlukan tiga dan empat pemantulan internal) berada di lengkungan bulat mengelilingi matahari (bukannya titik antisolar) namun mereka terlalu kabur untuk dilihat dalam kemilau dari bagian lain langit. Ada laporan langka kalau pelangi ordo ketiga terlihat, namun warnanya lebih mungkin disebabkan oleh kristal es. Pelangi ordo kelima (lima pemantulan internal) berada di antara pelangi ordo pertama dan kedua namun sangat kabur untuk dilihat, dan begitu pula pelangi ordo yang lebih tinggi lagi.

Daerah peralihan antara pelangi ordo pertama dan kedua lebih gelap dibandingkan daerah dibawah dan diatas pelangi karena tetesan di daerah peralihan ini tidak mengarahkan berkas cahaya ke arahmu, sementara tetesan dibawah dan diatasnya mengarahkannya.

Kaki sebuah pelangi sering lebih terang dan merah daripada puncak pelangi karena beberapa faktor, salah satunya melibatkan ukuran dan bentuk tetesan. Warna pelangi harusnya lebih berbeda bila tetesannya besar, karena ada tambahan jalur cahaya dalam tetesan besar sehingga warna lebih terpisah lagi. Namun, geseran udara melempengkan tetesan yang besar saat mereka jatuh. Sepanjang kaki pelangi, cahaya melewati potongan melintang horisnotal dari tiap tetesan; potongan melintang demikian ideal untuk menghasilkan cahaya yang cerah dan nyata bedanya. Pada puncak pelangi, cahaya lewat pada potongan melintang yang tidak bulat, yang berakibat pada warna yang lebih kabur dan kosong.
­

Kaki pelangi juga lebih terang karena tetesan di kaki ini lebih diterangi oleh sinar matahari yang menerobos dibalik awan yang ada di atasnya. Mereka lebih merah bila cahaya kehilangan semua warna kecuali ujung merah spektrum saat ia menempuh jalan yang panjang di udara untuk mencapai tetesan tersebut.

Pita kabur yang dapat dilihat dibawah pelangi ordo pertama dan (lebih langka lagi) di atas pelangi ordo kedua disebut supernumerari. Mereka mengungkapkan kalau warna sebuah pelangi tidak dihasilkan oleh tetesan yang bertindak sebagai prisma sederhana. Namun, sebuah pelangi sesungguhnya pola interferensi yang diciptakan oleh gelombang cahaya yang lewat menembus tiap tetesan dan kemudian saling tindih. Warna yang anda lihat secara normal adalah bagian paling terang dalam pola interferensi. Sebagai contoh, merah terang terjadi saat gelombang warna merah saling menguatkan satu sama lain.

Bila tetesan ini ukurannya kurang lebih sama, kamu dapat melihat supernumerari yang kabur. Saat tetesan ini tidak sama, supernumerari saling tindih sehingga akhirnya tak terlihat, dan yang kamu lihat hanyalah warna putih yang buram. Walaupun model pelangi sederhana bekerja bagus dengan tetesan yang lebih besar dari 0.1 milimeter, model yang lebih rumit diperlukan untuk tetesan yang lebih kecil dan masih diteliti hingga sekarang.

Petir menyebabkan tetesan air berosilasi, yang merusak atau menghilangkan warna karena gangguan bentuk tetesan. Osilasi, karena tiupan angin saat tetesan jatuh, juga dapat menghancurkan warna, terutama bila tetesan ini besar.

Berbagai Jenis Pelangi
Classic Rainbows
Pelangi Alam terdiri dari enam warna: merah, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu. Intensitas warna masing-masing mungkin karena berbagai kondisi atmosfer dan waktu (kemudian). Inilah pelangi yang biasa kita lihat.
Circular Rainbows
Pelangi itu benar-benar terlihat seperti busur lingkaran sempurna (dengan radius tepat 42 derajat, menurut Descartes), meskipun melihat pelangi ini sulit karena tanahnya memiliki kebiasaan menghalangi.
Secondary Rainbows
Pelangi primer, sering disertai dengan pelangi sekunder biasanya tipis dan redup daripada pelangi primer. Pelangi sekunder terkenal dengan karakteristik tertentu: spektrum ditampilkan dalam urutan terbalik dari sebuah pelangi primer.
Red Rainbows
Red Rainbows biasanya terlihat saat fajar atau senja ketika ketebalan filter atmosfir bumi menjadi biru, meninggalkan lebih merah atau tetesan cahaya oranye mencerminkan dan membiaskan air. Hasilnya adalah pelangi dengan spektrum ujung merah sangat meningkat.
Sundogs
Yang paling sering terlihat rendah di langit di hari musim dingin yang cerah, sundogs dibuat ketika matahari bersinar melalui kristal es yang tinggi di atmosfer. Sundogs berwarna merah di bagian dalam dan ungu di bagian luar dengan sisa spektrum ramai di antaranya. Semakin tebal konsentrasi kristal es di udara, semakin tebal pula struktur nya.
Fogbows
Fogbows lebih jarang terlihat daripada pelangi karena parameter tertentu yang harus disesuaikan untuk menciptakan mereka. Misalnya, sumber cahaya harus berada di belakang pengamat dan membumi. Juga, kabut di belakang pengamat harus sangat tipis sehingga sinar matahari yang dapat bersinar melalui kabut tebal di depan.
Waterfall Rainbows
Kabut air terjun bercampur ke dalam aliran udara konstan atmosfer terus menerus, terlepas dari cuaca. Hal ini membuat sebuah foto teman-air terjun yang sangat baik untuk pelangi! Seleksi pasangan beberapa gambar air terjun paling terkenal yang berbarengan dengan beberapa pelangi menakjubkan.
Fire Rainbows
Pelangi ini bukan terbuat dari api, Nama yang benar untuk efek optik yang indah ini adalah “circumhorizontal arc”. Fenomena ini hanya dapat dilihat dalam kondisi spesifik tertentu: awan cirrus, yang bertindak seperti prisma harus setidaknya berada di ketinggian 20.000 kaki dan matahari harus menyorot ketika mereka berada di ketinggian 58-68 derajat. Rainbow Fire tidak pernah terlihat di lokasi lebih dari 55 derajat utara atau selatan.
Moonbows
Moonbows, seperti moondogs, adalah mitra untuk pelangi lunar. Mereka juga jauh lebih sulit dilihat karena badai hujan harus berlalu dan, idealnya, bulan purnama yang terang tidak terhalang oleh awan


Referensi
Walker, J. Flying Circus of Physics. Wiley, 2007
 http://fisikajendela.blogspot.co.id/2012/11/pelangi.html
 http://www.faktailmiah.com/2010/10/13/pelangi.html
 

Fisika dan Masa Depan

Kiamat dari sudut pandang Sains

  

Demikianlah lahirnya matahari kita, salah satu bintang dari sekian banyak bintang di alam semesta. Tapi ia tidak akan selamanya demikian. Suatu saat, sekitar 5.5 miliar tahun akan datang, matahari akan mengembang menjadi raksasa merah dan memanggang Bumi, sebelum akhirnya ia sendiri menjadi cebol putih.

Kiamat
Mungkin kita di masa depan akan bermigrasi ke bintang lain atau tata surya lain ketika matahari kita berperilaku demikian. Walaupun begitu, ini tidak mungkin dilakukan selamanya. Bintang baru masih terbentuk, namun hidrogen di galaksi kita hanya akan bertahan untuk sekitar 100 juta bintang baru lagi. Bintang yang terakhir lahir di pinggiran Bima Sakti, mungkin lahir dari picuan tumbukan dengan galaksi lain. Di suatu waktu, dalam 10 triliun tahun akan datang, masa cahaya bintang akan berakhir. Cebol putih terakhir akan mendingin dan tidak akan ada lagi bintang yang bersinar.
Kondisi demikian dapat dikatakan kiamat, karena tidak ada lagi harapan kemunculan cahaya. Semuanya gelap gulita. Kehidupan lenyap dan tidak akan muncul kembali. Walau begitu, gambaran diatas adalah gambaran kasar yang tidak pasti. Ketidakpastian masa depan kita didasari oleh dua hal dasar dalam sains : Chaos dan Mekanika Kuantum.

Ketidakpastian Ramalan
Chaos
Chaos membatasi deskripsi alam secara kualitatif menggunakan presisi matematis. Karakter chaos alam juga memperendah harapan tertentu yang dimunculkan sejak zaman Pencerahan, ketika alam semesta digambarkan sebagai sebuah mesin di mana bagian-bagiannya disusun seperti roda jam, sesuai desain tertentu. Bila sebuah roda berputar dalam sudut tertentu, yang lain berputar dengan jumlah yang sesuai. Bila roda pertama berputar dua kali lipat sudut tersebut, roda kedua juga berputar dua kali lipat. Pandangan alam semesta seperti ini bersifat linier dan tidak menjelaskan pandangan sains masa kini pada dunia kita.

Mekanika Kuantum
Batasan lain pengetahuan ilmiah pada masa depan adalah ketidakpastian sistem mekanika kuantum. Karena posisi dan kecepatan tidak dapat diketahui sekaligus dan dengan ketelitian tak terhingga, perkembangan di masa depan hanya dapat diramalkan berdasarkan probabilitas. Dalam mekanika kuantum, dasar utama fisika modern, realitas termaterialisasi ketika interaksi tak balik terjadi, seperti pengamatan. Apa yang ada di masa depan sendiri masih belum ditentukan dan baru ditentukan nanti.

Dibandingkan dengan Agama
Sementara sains mengatakan bahwa kiamat demikian belum tentu terjadi (karena efek Chaos dan mekanika kuantum), agama mengatakan bahwa kiamat itu pasti lewat apa yang disebut penjelasan teleologis. Ketika diterapkan dalam sains, terjadi sebuah konflik yang tidak dapat diabaikan.

Tidak Berpengaruh pada Sains
Penjelasan teleologis (telos, Yunani untuk ‘akhir, tujuan’) memperkenalkan sebuah struktur finalitas pada sains. Ia pernah dipandang serius, dan akhirnya ditolak, namun telah pula menimbulkan banyak emosi dalam kesarjanaan rasionalistik. Hukum baru akan menjelaskan kecenderungan pada alam semesta yang memungkinkan kehidupan muncul, sama dengan karakteristik energi konstan. Berbeda dengan kekekalan energi, dimana tidak ada pengecualian yang terbukti ilmiah selain efek-efek kuantum sementara, karakter finalitas ini hanya menjamin kebutuhan kondisi awal kehidupan. Tidak mungkin pandangan ini akan menemukan konsensus dari hukum alam lainnya yang telah dinikmati fisika. Walau begitu, finalitas bukanlah hal aneh dalam struktur analitis fisika sebab akibat. Hukum kedua termodinamika mengandung finalitas dengan penekanan pada masa depan – peningkatan entropi – tanpa ada basis sebab akibat. Proses pengaturan diri memiliki sebuah penarik atau tujuan yang secara mandiri menyusun arah. Ia memberikannya arah menuju proses mikro sebab akibat yang naik. Finalitas memang tidak bertentangan dengan sebab akibat dan tidak mempegaruhi sains dalam tugasnya menemukan sebab akibat individual dari sebuah peristiwa.

Bersifat Subjektif
Pengukuran dan pengamatan ilmiah harus dapat direproduksi dan objektif. Penelitinya dapat ditukar namun hasilnya akan tetap sama. Dalam persepsi agama, justru sebaliknya, manusia selalu terlibat. Ini tidak berarti murni subjektif, persepsi ini sering kali berhubungan dengan entitas luar. Persepsi demikian bersifat universal bagi manusia dan mengubah hidup banyak orang secara nyata dan sangat positif. Jika realitas menentukan efek apa yang berkelanjutan pada hidup yang nyata, perubahan ini merupakan saksi realitas yang dialami. Manusia secara langsung ambil bagian dalam proses persepsi dan merupakan instrumen pengamatan. Karenanya pengamat tidak dapat ditukar, seperti dalam kasus pengalaman seni. Sifat persepsi inilah yang menjadi titik awal perbedaan sains dan agama. Kedua bidang ini mengalami realitas yang membentang pada metodologi dan bahasa yang berbeda.

Harapan dari Fakta Ilmiah
Harapan atas sesuatu yang baru adalah salah satu dari beberapa pola penafsiran tanda-tanda waktu. Bila kita hidup dalam pola ini, perkembangan masa lalu alam semesta kita dapat menjadi sebuah metafora untuk masa depan eksistensi kita. Lebih jauh, dengan menafsirkan fakta ilmiah, mereka dievaluasi pada basis pengalaman tambahan. Fakta ilmiah muncul dalam perspektif lain dan dalam cahaya baru: alam semesta terungkap sebagai proses penciptaan berkelanjutan, bukannya tragedi kematian terus menerus.

Referensi :
Benz, A. “Tragedy versus Hope: What Future in an Open Universe?” Dalam Is Nature Ever Evil? : Religion, Science and Value, Hal. 120-132, Willem B. Drees (ed). Routledge, 2003.
http://www.faktailmiah.com/2011/05/21/kiamat-dari-sudut-pandang-sains.html

Dualisme Cahaya

Abstrack


            Sifat dualisme cahaya dalam kaitannya dengan persamaan hukum pembiasan cahaya. Persamaan hukum pembiasan cahaya telah diturunkan dalam fisika klasik dengan menganggap cahaya sebagai gelombang. Berdasarkan teori dualisme cahaya, penurunan hukum pembiasan yang diperoleh dari fisika klasik dapat pula diperoleh dari fisika kuantum yang menganggap cahaya sebagai partikel. Semakin besar intensitas cahaya maka semakin banyak pula elektron yang di emisikan. Kecepatan elektron yang di emisikan bergantung pada frekuensi, semakin besar f maka semakin besar pula kecepatan elektron yang di emisikan.

           Cahaya memiliki sifat kembar (DUALISME), pada kondisi tertentu cahaya dapat memiliki sifat partikel dan pada kondisi tertentu juga cahaya dapat memiliki sifat gelombang. Sebuah cahaya hanya dapat memiliki satu sifat, artinya walaupun cahaya bersifat dualisme tidak berarti cahaya bisa memiliki sifat keduanya secara bersamaan. Jika dalam suatu kondisi tertentu cahaya berupa partikel maka cahaya tersebut tidak akan memiliki sifat dualisme nya sebagai gelombang, cahaya memang memiliki kedua sifat tersebut tetapi kedua sifat tersebut tidak akan bisa muncul secara bersamaan.

Mengungkap Identitas Cahaya

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVnp-6SOCakvX8M6cQeF-JW5HjMzbE97mDUEnjjGEDEgKp2vEwzs_H-BjXOg8n0JqDoUMH6KVuxZa21YLQNuodkqwZSUItXvq7kp4nYSdylVULlmUPO2cpqxvJYfoNn-EiVwa-OJNPtF0T/s1600/light_beam.jpg

 

Cahaya itu Partikel? Atau Gelombang?

Penelitian ilmiah secara mendalam mengenai cahaya dimulai pada abad ke 17. Isaac Newton (1643-1727), fisikawan  jenius Inggris yang membuat Hukum Gerak Universal Newton I, II, III, dan hukum gravitasi universal, juga melakukan penelitian tentang cahaya. Newton melewatkan seberkas sinar matahari pada 2 buah prisma dan menemukan bahwa sinar matahari tadi terurai menjadi 7 sinar warna pelangi. Dari hasil percobaan tersebut, Newton berpikir bahwa sinar matahari adalah kumpulan partikel-partikel kecil yang mempunyai warna berbeda-beda.
light beam Newton
Percobaan Newton tentang cahaya (sumber:http://www.webexhibits.org)

Dari sejak itulah "cahaya adalah partikel" mulai dikenal banyak orang. Terciptanya bayangan saat sinar diarahkan ke suatu benda juga adalah bukti bahwa cahaya adalah partikel. Kalau "cahaya adalah gelombang", maka bila cahaya diarahkan ke suatu benda, cahaya akan mengalami difraksi, dan bayangan tidak mungkin terjadi. Tapi karena bayangan terjadi, maka bisa dikatakan "cahaya adalah gelombang" gugur.

Tapi tetap ada juga yang menyatakan "cahaya adalah gelombang". Dia adalah Christiaan Huygens, yang hidup di era yang hampir sama dengan Newton. Saat dia melakukan percobaan dengan menumbukkan dua buah berkas cahaya, dia mendapatkan hasil bahwa kedua cahaya itu saling menembus. Makanya Huygens berpikir cahaya adalah gelombang". Kalau "cahaya adalah partikel", maka seharusnya sinar akan bertabrakan, dan bergerak berlawanan arah.

Tapi, bagaimana menjelaskan fenomena bayangan pada benda? Untuk menjelaskan hal ini, kita menganggap ukuran benda jauh lebih besar daripada panjang gelombang. Karena panjang gelombangnya sangat kecil, maka saat bertumbukan dengan benda, difraksi hampir tidak terjadi, malahan gelombang cahaya terhalang sepenuhnya oleh benda. Oleh karena itu, bayangan terbentuk.

Penjelasan diatas adalah bukti bahwa cahaya adalah partikel sekaligus gelombang. Fakta yang tidak dapat dibantah bahkan hingga saat ini. Tapi, perlu diskusi dan debat sangat panjang untuk mencapai kesimpulan tersebut.

Bukti Krusial Cahaya Adalah Gelombang

Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, Newton telah memulai penelitian tentang cahaya sejak abad 17. Dengan percobaan dua buah prisma, dia mengajukan teori "cahaya adalah partikel". Tapi, diawal abad ke-19, Thomas Young menemukan fenomena interferensi cahaya lewat percobaan celah ganda-nya. Karena interferensi adalah fenomena khusus yang hanya ada pada gelombang, alhasil dalam sekejap teori "cahaya adalah gelombang" menjadi populer. Kalau "cahaya adalah partikel", maka berkas cahaya akan tampil sesuai dengan ukuran celah ganda tersebut. Teori "cahaya adalah partikel" tidak bisa menjelaskan hasil percobaan Young berupa spektrum garis hitam putih.  Ini adalah bukti krusial "cahaya adalah gelombang".

double slit experiment
Percobaan Celah Ganda oleh Thomas Young (sumber: http://strongphysics.wikispaces.com)
double slit experiment
Percobaan Celah Ganda oleh Thomas Young (sumber: nbnl.globalwhelming.com)



Cahaya adalah Salah Satu Jenis Gelombang Elektromagnetik

Setelah itu pun, penelitian tentang cahaya terus berlanjut. Banyak percobaan yang dilakukan untuk membuktikan "cahaya adalah gelombang". Dan pada pertengahan abad-19, teori ini hampir selesai disusun. Dan perangkum semua teori itu adalah Fisikawan Inggris, James Clerk Maxwell (1831-1879). Dia mencetuskan istilah "gelombang elektromagnetik".

Satu-satunya  bidang yang tidak ditekuni Newton adalah Listrik dan Kemagnetan. Tapi sejak pertengahan abad ke-18, penelitian mengenai listrik dan magnet berkembang pesat. Pada awal abad-19, hubungan sangat erat antara listrik dan magnet telah dipastikan. Listrik menghasilkan magnet, sebaliknya magnet pun dapat menghasilkan listrik.

Pada 1864 Maxwell mencetuskan ide mengenai medan dimana energi listrik atau magnet bekerja, atau juga biasa disebut medan listrik dan medan magnet. Kedua medan itu terbentuk karena getaran gelombang elektromagnetik yang merambat. Maxwell menemukan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik itu identik dengan kecepatan cahaya. Oleh karena itu, dia menyimpulkan bahwa cahaya adalah salah satu gelombang elektromagnetik.

Dua Buah Misteri Cahaya

Kita sudah membaca perkembangan teori "cahaya adalah gelombang" hampir selesai disusun pada akhir abad 19. Tapi kalau "cahaya adalah gelombang", ada 2 misteri cahaya yang tersisa. Yang pertama, medium. Misalnya saja gelombang bunyi, mediumnya adalah udara. Dengan ikut bergetarnya partikel-partikel di udara, gelombang bunyi dapat merambat dan sampai di telinga.  Kalau medium tidak ada, misalnya saja di luar angkasa, maka gelombang bunyi tidak dapat merambatdan didengarkan. Nah, bagaimana dengan gelombang cahaya? Cahaya menyebar di seluruh alam semesta, makanya medium gelombang cahaya adalah sesuatu yang melimpah di alam semesta. Tapi apakah itu? Bukankah alam semesta adalah ruang hampa?

Misteri kedua adalah karakteristik cahaya yang dihasilkan benda panas, sesuatu yang waktu itu tidak dapat dijelaskan para fisikawan. Dalam penelitiannya mengenai hal ini, Planck mengusulkan ide "energi kuantum", yang akhirnya bisa memecahkan misteri karakteristik cahaya. Bahkan pada perkembangannya, bisa menjawab misteri pertama, misteri medium gelombang cahaya.
 
sumber :http://www.danielnugroho.com/2012/07/mengungkap-identitas-cahaya.html, http://fisikajendela.blogspot.co.id/2012/11/dualisme-cahaya.html

Efek Compton

Pada efek fotolistrik, cahaya dapat dipandang sebagai kuantum energi dengan energi yang diskrit. Kuantum energi tidak dapat digambarkan sebagai gelombang tetapi lebih mendekati bentuk partikel. Partikel cahaya dalam bentuk kuantum dikenal dengan sebutan foton. Pandangan cahaya sebagai foton diperkuat lagi melalui gejala yang dikenal sebagai efek Compton.

Jika seberkas sinar-X ditembakkan ke sebuah elektron bebas yang diam, sinar-X akan mengalami perubahan panjang gelombang dimana panjang gelombang sinar-X menjadi lebih besar. Gejala ini dikenal sebagai efek Compton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Arthur Holly Compton.

Sinar-X digambarkan sebagai foton yang bertumbukan dengan elektron (seperti halnya dua bola bilyar yang bertumbukan). Elektron bebas yang diam menyerap sebagian energi foton sehingga bergerak ke arah membentuk sudut terhadap arah foton mula-mula. Foton yang menumbuk elektron pun terhambur dengan sudut θ terhadap arah semula dan panjang gelombangnya menjadi lebih besar. Perubahan panjang gelombang foton setelah terhambur dinyatakan sebagai
 
Dimana m adalah massa diam elektron, c adalah kecepatan cahaya, dan h adalah konstanta Planck.
 
Arthur Holly ComptonArthur Holly Compton